Literasi Digital Berbasis Komunitas: Model Penguatan Kapasitas TI di Wilayah Marginal Nganjuk

Abstrak

Abstrak

Kesenjangan literasi digital di wilayah marginal menjadi tantangan utama dalam mewujudkan pemerataan akses dan pemanfaatan teknologi informasi di Indonesia. Kabupaten Nganjuk, khususnya di desa-desa pinggiran, menunjukkan tingkat partisipasi digital yang rendah akibat keterbatasan akses, infrastruktur, dan sumber daya manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model literasi digital berbasis komunitas yang adaptif dan berkelanjutan untuk memperkuat kapasitas TI masyarakat marginal. Dengan pendekatan studi kualitatif-partisipatoris, data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, dan Focus Group Discussions (FGD) dengan warga, penggerak desa, guru, serta pelaku UMKM lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa literasi digital berbasis komunitas efektif meningkatkan keterampilan digital, partisipasi sosial daring, dan produktivitas ekonomi warga. Model yang ditawarkan menggabungkan pelatihan kontekstual, fasilitator lokal, dan media belajar berbasis kebutuhan komunitas. Studi ini menyarankan adopsi model serupa dalam kebijakan desa digital untuk wilayah tertinggal lainnya di Indonesia.

Abstract

The digital literacy gap in marginalized areas remains a major challenge in achieving equitable access to and utilization of information technology across Indonesia. Nganjuk Regency, particularly in its peripheral villages, demonstrates low levels of digital participation due to limited access, infrastructure, and human resources. This study aims to develop an adaptive and sustainable community-based digital literacy model to strengthen the IT capacity of marginalized populations. Employing a participatory qualitative research approach, data were collected through in-depth interviews, observations, and Focus Group Discussions (FGDs) involving residents, village facilitators, teachers, and local micro-enterprise actors. The findings reveal that community-based digital literacy effectively enhances digital skills, online social engagement, and local economic productivity. The proposed model integrates contextualized training, local facilitators, and learning materials tailored to community needs. This study recommends the adoption of similar models in national digital village policies for other underdeveloped regions in Indonesia.